Mapar adalah suatu kegiatan merapikan (meratakan gigi). Kegiatan ini disamping bertujuan agar gigi tampak rapi dan menarik, tetapi yang tidak kalah pentingnya adalah untuk membuang sangkal (kesialan). Oleh karena itu, seorang gadis yang akan memasuki jenjang perkawinan giginya di-mapar (diratakan). Mengingat bahwa kegiatan mapar ada unsur magisnya, maka upacaranya bersifat sakral. Upacara ini masih tetap dilakukan oleh masyarakat Desa Panagan, Kecamatan, Kabupaten Sumenep (kurang lebih 10 kilometer ke arah tenggara dari kota Sumenep).
Upacara mapar dilakukan di kediaman pengantin perempuan. Untuk itu, pihak pengantin perempuan mempersiapkan segala sesuatu yang berkenaan dengan upacara tersebut, terutama ahli mapar dan tiga orang yang bertugas sebagai pembaca kidung. Kidung diambilkan dari kitab kuno. Kitab tersebut berhuruf Jawa dan berisi hikayat tentang Nabi Yusuf, yaitu seorang nabi yang terkenal ketampanannya.
Proses mapar itu sendiri disertai (diiringi) dengan kidung. Maksudnya adalah agar calon mempelai yang dipapar terhibur sehingga mengurangi rasa sakit. Beberapa orang gadis yang mengikuti upacara tersebut membakar dhupa, kemudian mengitari mempelai yang sedang dipapar. Setelah perataan gigi selesai, maka acara dilanjutkan dengan membersihkan (mencukur) rambut-rambut halus yang di sekitar dahi dan tengkut mempelai. Kegiatan ini oleh masyarakat setempat disebut paras. Makna yang terkendung adalah pembuangan sial.
Upacara mapar diakhiri dengan kegiatan kirab menuju tapak dangdang.(simpang empat) yang ada di desa yang bersangkutan, atau menuju pantai dan membuang sisa-sisa potongan gigi dan rambut beserta sesaji di sana. Kirab itu sendiri diiringi/dimeriahkan dengan kesenian tradisional setempat, yaitu sronen.