Sumenep adalah sebuah kabupaten yang secara administratif termasuk dalam wilayah Jawa Timur. Kabupaten yang secara astronomis terletak diantara 113°32¢54” -- 116°16¢48” BT dan 4°55¢--7°24¢ LS terdiri atas daratan dan kepulauan. Wilayah daratannya yang merupakan sebagian dari Pulau Madura luasnya mencapai 1.147,24 km persegi (57,40% dari luas kabupaten). Sedangkan, luas daerah kepuluannya mencapai 850,30 km persegi yang tersebar di 126 buah pulau (48 pulau berpenghuni, sedang 78 pulau belum berpenghuni). Kabupaten yang berpenduduk 1.956.984 jiwa dengan kepadatan 504,90 jiwa perkilometer ini sebelah utara berbatasan dengan laut Jawa; sebelah timur berbatasan dengan laut Jawa dan laut Flores; sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Pamekasan; dan sebelah selatan berbatasan dengan selat Madura. Kabupaten ini memiliki 27 kecamatan dan 328 desa.
Tahun 2006 Kabupaten Sumenep berhari jadi ke-737. Hari jadi tersebut mengacu pada pelantikan Arya Wiraraja sebagai Adipati Sumenep yang pertama. Artinya, sebelum itu belum ada penguasa lokal yang bergelar Adipati. Saat itu Kadipaten Sumenep berada dibawah kekuasaan Kerajaan Singosari (Raja Kertanegara). Prasasti yang dapat dijadikan sebagai rujukan adalah: (1) Mua Manurung dari Raja Wisnuwardhana yang bertahun 1255 M; (2) Kranggan (Sengguruh) dari Raja Kertanegara yang bertahun 1356 M; (3) Pakiswetan dari Raja Kertanegara yang bertahun 1267 M; (4) Sarwadharma dari Raja Kertanegara yang bertahun 1269 M. Sedangkan, manuskrip yang digunakan untuk menelusuri lebih lanjut tentang Arya Wiraraja adalah: (1) Nagarakertagama karya Prapanca pada tahun 1365 M; (2) Pararaton yang ditulis ulang tahun 1631 M; (3) Kidung Harsa Wijaya, (4) Kidung Ranggalawe, (5) Kidung Pamancangah, (6) Kidung Panji Wijayakramah, dan (7) Kidung Sorandaka. Berdasarkan fakta tersebut maka pelantikan Arya Wiraraja ditetapkan tanggal 31 Oktober 1269 M. Peristiwa itu menjadi rujukan yang kuat untuk menetapkan hari jadi Kabupaten Sumenep.
Letak dan keadaan geografis, latar belakang sejarah, dan agama (kepercayaan) yang dianut oleh sebagian penduduknya (95% Islam) pada gilirannya mewarnai budaya yang ditumbuh-kembangkan oleh masyarakat Sumenep. Hal itu tidak hanya tercermin dari sistem matapencahariannya yang sebagian besar sebagai petani dan nelayan, statifikasinya yang mengacu kepada budaya keraton, tetapi juga banyak unsur-unsur budayanya dipengaruhi oleh agama dan atau kepercayaan mereka. Sehubungan dengan latarbelakang tersebut, maka mayarakat Sumenep memiliki peninggalan sejarah yang dapat dijadikan sebagai obyek wisata, seperti: Keraton, Mesjid Agung, Asta Tinggi (makam Raja-raja Sumenep, Asta Sayid Yusuf, Asta Buju Panaongan, Asta Katandur, Asta Jokotole, dan Asta Anggoseto. Mereka juga memiliki berbagai tradisi yang berkenaan dengan kesenian, seperti: Hadrah, Klenengan, Saronen, Loddrok, dan Topeng Dalang. Selain itu, mereka memiliki permainan tradisional, seperti: Kerapan Sapi, Tan-Pangantanan, dan Ojhung. Mereka juga melangsungkan berbagai upacara adat, seperti: Nyadar, Petik Laut, Pelet Kandung, Sonnatan, Toron Tanah, Nyanyokor, dan Rateb.
Berbagai peninggalan sejarah itu pada umumnya terawat baik. Sedangkan, berbagai tradisi yang ada, baik yang menyangkut kesenian, permainan, dan upacara sebagaian masih lestari dan sebagian lagi hanya tinggal kenangan (musnah) tertelan zaman.