Ogel adalah sebuah kesenian yang sekarang telah berkembang menjadi sebuah kesenian yang disebut sebagai reog. Ogel sendiri berasal dari kata ugal-igel atau gual-geol, yaitu gerakan badan yang meliuk-liuk lucu dengan tujuan agar dapat membuat penonton menjadi tertawa. Ogel telah ada di daerah Majalaya sejak tahun 1913 dengan Abah Wantadirja sebagai pendiri sekaligus dalang pertamanya lalu dilanjutkan oleh Abah Edi alias Bang Dapros, dan Aang Wiganda.
Pada masa awal berdirinya, ogel digunakan sebagai sarana dalam menyebarkan ajaran Islam. Saat perang kemerdekaan ogel berubah fungsi menjadi alat propaganda dalam memperkuat rasa nasionalisme untuk melawan penjajah. Periode ini ditunjukkan dengan penggunaan kostum yang didominasi oleh warna merah dan putih. Dan, setelah kemerdekaan ogel berfungsi hanya sebagai hiburan dalam acara-acara seputar daur hidup seseorang (pernikahan, khitanan) serta perayaan hari kemerdekaan.
Sebagai media hiburan kesenian ogel disajikan dalam struktur yang sama seperti pembukaan (bubuka), penyajian lagu diselingi lawak, dan penutup. Khusus untuk penyajian lawak atau humor ditempatkan pada saat para penonton telah mengantuk. Adapun waditra yang digunakan bernada salendro, degung, atau nyorog, di antaranya adalah: kendang, goong, angklung ubrug, kecrek, tarompet, dogdog besar (jongjrong), dogdog sedang (panempas), dogdog kecil (tilingtit), dan dogdog super besar yang disebut bangbrang.